
Lampung Barat – Tanggal 24 September mendatang, Kabupaten Lampung Barat akan memasuki usia ke-34 tahun. Sebuah usia yang tak lagi muda—usia yang seharusnya mencerminkan kematangan dan kemandirian sebuah daerah.

Dengan luas kurang lebih 2.141,57 km² atau sekitar 6,05% dari luas Provinsi Lampung, Lampung Barat mencakup 15 kecamatan dan 136 pekon/kelurahan. Kabupaten dengan ibu kota Liwa ini resmi berdiri pada 24 September 1991 setelah memisahkan diri dari Lampung Utara, dengan Bupati pertamanya Umpu Singa yang menjabat hingga 1997. Seiring perkembangan zaman, pembangunan terus dilakukan hingga kepemimpinan bupati saat ini.
Sejak tahun 2009, Lampung Barat ditetapkan sebagai Kabupaten Konservasi melalui Peraturan Bupati Nomor 48 Tahun 2009. Secara sederhana, konservasi dimaknai sebagai pelestarian hutan, satwa, dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Namun, pada usianya yang ke-34 ini, predikat konservasi justru terasa seperti tamparan keras. Kabupaten yang mengusung slogan konservasi justru masih sibuk bergelut dengan persoalan kerusakan hutan dan konflik satwa.
Banjir bandang yang melanda Kecamatan Suoh dan BNS di Pekon Banding Agung baru-baru ini, menjadi alarm keras tentang kondisi hutan dan ekosistem yang rusak. Banyak kawasan hutan, termasuk Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), telah berubah fungsi menjadi perkebunan kopi dan kakao. Padahal, fungsi hutan sebagai resapan air dan penahan banjir sangat vital, terlebih bagi daerah dataran tinggi seperti Lampung Barat.
“Seumur hidup di sini, baru kali ini banjir,” ungkap seorang warga BNS dalam rekaman video, menggambarkan betapa parah dampak yang dirasakan.
Selain bencana banjir, konflik satwa dan manusia masih sering terjadi. Gajah dan harimau kerap masuk ke wilayah warga. Terakhir, seorang petani di Pekon Tiga Jaya, Kecamatan Sekincau, nyaris menjadi korban serangan harimau sumatra. Beruntung ia selamat meski mengalami luka.
Polemik sertifikat dalam kawasan hutan, penarikan pajak, hingga konflik penguasaan lahan semakin menambah daftar panjang pekerjaan rumah yang belum terselesaikan di kabupaten yang menyandang julukan konservasi ini.
Di usia ke-34, Lampung Barat juga masih menghadapi tantangan besar dalam bidang infrastruktur dan ekonomi. Berita tentang jalan rusak masih marak terdengar. Bahkan, ada warga yang melakukan penggalangan donasi swadaya untuk memperbaiki jalan, yang sejatinya adalah tanggung jawab pemerintah. Tidak jarang pula muncul aksi protes dengan menanam pohon pisang di tengah jalan rusak sebagai simbol keterlambatan penanganan.
Bidang pendidikan juga menyisakan catatan. Masih ada bangunan sekolah yang tidak layak dan jauh dari kata nyaman sebagai sarana belajar. Pendidikan pun bukan hanya soal akademik, tetapi juga adab. Tawuran, bullying, dan tindak kekerasan di kalangan pelajar menjadi alarm bahwa pendidikan karakter perlu lebih ditekankan.
Sebagai kabupaten yang menyandang predikat Kabupaten Layak Anak, masih banyak persoalan terkait asusila, kekerasan, dan bullying yang menimpa anak-anak. Hal ini harus menjadi perhatian serius.
Di sektor pariwisata, Lampung Barat memiliki potensi besar. Namun, pengelolaan fasilitas, akomodasi, dan kompetensi sumber daya manusianya masih belum optimal. Bagaimana kabar 10 destinasi wisata favorit Lampung Barat? Sudahkah dikelola secara profesional?
Pada ulang tahunnya yang ke-34 ini, kita semua berharap Lampung Barat mampu berbenah. Harapan besar tertuju pada terwujudnya kabupaten yang lebih baik, sesuai dengan tagline:
“Berbudaya Menuju Lampung Barat Setia.”